Untuk melaksanakan Permenkes RI itu
masih sangat diperlukan sosialisasi tidak hanya kepada masyarakat,
tetapi juga kepada para dokter dan di sarana pelayanan kesehatan.
Hal ini dipandang sangat perlu dilakukan karena mungkin masih banyak
masyarakat yang tidak mengerti apa itu kegunaan obat generik. Bahkan,
masyarakat juga ada yang belum mendapatkan pengertian dan mengetahui
fungsi obat generik walaupun mereka memperolehnya saat berobat ke rumah
sakit pemerintah ataupun pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Salah seorang keluarga pasien yang
sempat diwawancarai penulis di salah satu rumah sakit di Medan
mengatakan kalau dirinya tidak mengetahui obat apa yang diberikan kepada
neneknya yang dirawat di rumah sakit.
“Memang sejak dirawat karena penyakit
stroke beberapa hari lalu, nenek sakitnya sudah mulai berkurang. Tapi,
saya tidak tahu apa itu obat generik, karena asal diberikan obat buat
nenek, diminumnya,” kata Rian saat menjaga neneknya yang dirawat di
ruang VIP rumah sakit.
Dirinya juga mengakui kalau perawat
ataupun dokter yang memberikan resep, tidak ada memberikan keterangan
tentang obat yang diberikan selain mengatakan kalau obat yang diberikan
adalah obat untuk penyakit yang diderita.
Seorang pasien lain yang ditemui di
rumah sakit juga mengaku tidak mengetahui apa itu obat generik. Namun,
menurutnya, kalau dirawat di kelas III dengan kartu Jamkesmas atau kartu
Jamkesda tentu berbeda obatnya dengan yang dirawat di ruang VIP atau
mereka yang dirawat dengan status pasien umum.
“Mungkin beda obatnya, tapi itu tidak
masalah, karena yang penting penyakit yang diderita sudah berkurang dan
sembuh,” ungkap Mamad saat dirawat di rumah sakit.
Beberapa masyarakat yang pernah berobat
ke rumah sakit pemerintah dan puskesmas mengungkapkan kalau obat yang
mereka peroleh mungkin berbeda dengan pasien umum. Mereka tahu obat yang
diberikan obat generik, tetapi bagi mereka yang penting penyakit yang
diderita dapat sembuh.
"Apalagi kalau berobat di puskesmas
obatnya ya obat generik karena kita tidak bayar. Mungkin karena obat
generik itu murah," ungkap mereka.
Mengenai obat generik itu sendiri, Ketua
Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Sumatera Utara dr Azwan Hakmi
Lubis mengatakan obat generik semestinya diberikan sebanyak mungkin
karena murah dan efektivitasnya sama dengan obat lain. Sekarang
bagaimana caranya edukasinya kepada masyarakat agar mau menggunakan obat
generik.
“Kalau di RSUP H Adam Malik, penggunaan
obat generik itu prioritas satu dan ada aturan mainnya dan harus obat
generik. Karena obat generik itu bagus,” ujar Azwan yang juga Direktur
RSUP H Adam Malik saat dikonfirmasi mengenai obat generik beberapa waktu
lalu.
Persi, katanya, juga mengimbau kepada
seluruh rumah sakit supaya menggunakan obat generik. “Dokter sudah
diberitahu agar prioritas satu itu obat generik. Cuma memang
kadang-kadang pasien meminta obat yang lain. Jadi di sini diperlukan
edukasi,” katanya.
Pengertian masyarakat, sebutnya, kalau
obat generik itu obat yang murah dan tidak bagus yang semestinya tidak
begitu. “Yang membedakannya dengan obat paten karena obat paten biaya
promosinya banyak. Tapi semuanya baik obat generik dan obat paten
diproduksi dengan cara yang baik dan kualitasnya standar,” ucap Azwan.
Jadi, tambahnya, pelayanan kesehatan itu
juga harus mudah, murah, terjangkau, dan efektif. “Kalau diberi obat
yang mahal, orang bisa pergi keluar berobat. Kalau obatnya murah atau
obat generik, gak masalah, yang penting baik penyakitnya, jadi yang
penting diberikan edukasi kepada masyarakat,” tutur Azwan.
Mengenai obat generik, Kasi Bimdal
Kefarmasian Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Drs Afwan Lubis Apt
menilai kalau khasiat obat generik dan obat paten itu sama saja.
Hanya yang membedakannya kalau obat
paten itu memerlukan dana promosi yang besar, ada biaya yang dikeluarkan
dan tidak diatur pemerintah. Namun ada harga eceran tertingginya yang
diatur pemerintah. “Ini hanya masalah persepsi,” katanya.
Dinkes Sumut, terangnya, setiap tahun
tetap menganjurkan kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas, dan sarana
kesehatan termasuk dokter wajib menuliskan resep obat generik.
Dijelaskan Afwan, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian di salah
satu pasalnya disebutkan pasien yang tidak mampu diberikan obat paten
dapat diganti dengan obat generik yang khasiatnya sama.
“Saat menyerahkan resep, minta obat
generik yang sama komponen aktifnya dan tidak perlu dengan atau tanpa
persetujuan dokter,” ujarnya.
Kesimpulannya, bisa dikatakan kalau obat
generik masih dianggap nomor dua oleh sebagian besar masyarakat. Di
sini juga sangat diperlukan peran para medis untuk memberikan pengertian
dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa obat generik itu khasiatnya
sama. Masyarakat juga diminta untuk proaktif menanyakan mengenai obat
yang diperolehnya saat berobat.
Obat generik harganya murah karena
memang harganya diatur oleh pemerintah dengan harapan agar harga obat
dapat terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan mulai dari pengadaan bahan
baku awal, produksi hingga penyiapan produksi, pelaksanaan pengontrolan
kualitasnya sama dengan memproduksi obat paten.
Dengan begitu, kualiatas dan keamanan
obat generik dan obat paten relatif sama, jadi masyarakat tidak perlu
khawatir jika minum obat generik karena kualitasnya terjamin.
Pemerintah juga dipandang perlu untuk
memantapkan penerapan peraturan tentang kewajiban menulis resep dan
menggunakan obat generik pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah,
bahkan bila mungkin kepada rumah sakit swasta serta melakukan pengawasan
secara intensif.
SUMBER : http://harianandalas.com/Komunitas/Perlunya-Peningkatan-Sosialisasi-dan-Manfaat-Obat-Generik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar